Ancaman bagi yang bermuka dua (Dzul-wajhain)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seburuk-buruk manusia adalah dzul-wajhain (orang yang bermuka dua), yaitu orang yang ketika di tengah sekelompok orang, ia menampakkan suatu wajah, tetapi di tengah sekelompok orang lain, ia menampakkan wajah yang lain.” (HR. Bukhari no. 7179, Muslim no. 2526).
Terdapat hadis-hadis sahih yang melarang sifat dzul-wajhain (bermuka dua), hadis dalam gambar di atas salah satunya. Ada juga hadis dari ‘Ammar bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang memiliki dua wajah di dunia, ia akan memiliki dua lidah dari api di akhirat.” (HR. Abu Daud no. 4873, sahih).
Bilal bin Sa’ad rahimahullah (seorang ulama tabiin) menjelaskan maksud dzul-wajhain dalam hadis-hadis di atas dengan mengatakan, “Janganlah engkau menjadi orang yang mempunyai dua wajah dan dua lisan. Engkau menampakkan hal-hal terpuji di depan orang-orang, padahal hatimu fajir (penuh kemaksiatan)” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunya dalam Al Ikhlash wan Niyyah, no. 25).
Dengan kata lain, dzul-wajhain adalah orang-orang munafik, baik nifaq i’tiqadi ataupun nifaq ‘amali. Nifaq i’tiqadi adalah menampakkan diri sebagai mukmin, tetapi dalam hatinya menyembunyikan kekufuran. Nifaq ‘amali adalah menampakkan diri sebagai orang saleh, tetapi dalam hatinya menyembunyikan kefajiran. Keduanya termasuk dzul-wajhain.
Adapun orang yang menampakkan sikap yang berbeda di tengah orang-orang sesuai dengan keadaannya, ini tidak termasuk dzul-wajhain yang dicela dalam hadis. Kami berikan contoh, misalnya:
- Seorang suami, ketika di luar rumah bersikap wibawa, sedangkan di tengah keluarganya ia ceria dan jenaka.
- Seorang penuntut ilmu di tengah teman-temannya ia banyak bicara, sedangkan di depan gurunya ia banyak diam.
- Seorang warga biasa bicara bahasa sehari-hari, lalu ketika ada pejabat ia berbahasa halus dan sopan.
Ini semua bukan termasuk dzul-wajhain yang dimaksud dalam hadis. Bahkan ini semua terpuji karena termasuk menempatkan sikap yang tepat pada tempatnya. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadis, “Perlakukanlah orang lain dengan perlakuan yang sesuai untuk mereka masing-masing.” (HR. Abu Daud no. 4842, hasan).
Semoga bermanfaat.
Penulis: Ustadz Yulian Purnama
Artikel: Muslim.or.id