Hukum mematikan centang biru di WA
Ada sebuah kaidah fikih,
اَلأَصْلُ فِى اْلأَشْيَاءِ اْلإِ بَا حَة حَتَّى يَدُ لَّ اْلدَّلِيْلُ عَلَى التَّحْرِيْمِ
“Hukum asal dari sesuatu (muamalah/keduniaan) adalah mubah sampai ada dalil yang melarangnya.“
Lalu bagaimana dengan mematikan centang biru di WA kita?
Simak bahasannya di takarir gambar.
“Centang Biru” adalah fitur dari aplikasi WhatsApp, di mana teman chatting akan tahu apakah kita sudah membaca chatting itu atau belum. Apabila fitur ini dinon-aktifkan, maka teman chatting tidak akan tahu pesannya telah/belum terbaca. Pembahasan ini sempat menjadi pertanyaan beberapa orang karena ada anggapan apabila mematikan fitur ini, akan membuat orang su’udzan atau buruk sangka, sehingga mematikan fitur ini sempat dihukumi tidak boleh dan suatu bentuk kezaliman.
Berikut kami akan membahas hukumnya dengan beberapa dalil.
Apakah boleh mematikan fitur “centang biru”? Jawabannya boleh saja.
Adapun yang beralasan ini perbuatan yang tidak boleh atau haram karena membuat orang marah dan akan menimbulkan su’udzan karena tidak mau membalas chat, alasan ini tidak tepat karena:
Pertama: Hampir semua semua pengguna WA tahu ada fitur mematikan centang biru, jadi ia akan paham kalau lawan chattingnya mematikan fitur ini.
Kedua: Orang yang mengirim chat hendaknya berusaha husnudzan kepada saudaranya yang belum membalas “mungkin dia sedang sibuk, atau dia sedang ada kegiatan yang hanya bisa membaca dan tidak bisa membalas dengan mengetik”
Allah berfirman, “Jauhilah kalian dari kebanyakan persangkaan, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa.” (QS. Al-Hujuraat: 12).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Berhati-hatilah kalian dari tindakan berprasangka buruk, karena prasangka buruk adalah sedusta-dusta ucapan. Janganlah kalian saling mencari berita kejelekan orang lain, saling memata-matai, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling membenci. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Bukhari & Muslim).
Ketiga: Fitur ini disediakan oleh pengembang aplikasi, jadi boleh memakai, boleh juga tidak, hendaknya kita menghormati hak setiap orang memilih fitur yang digunakan selama tidak melanggar syariat.
Semoga bahasan ini bermanfaat.
Penulis: Ustadz Raehanul Bahraen
Artikel: Muslim.or.id
