Kaya dengan atau tanpa harta, bisa?
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda, tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan/kecukupan (dalam) jiwa (hati)”. (HR. Bukhari, no. 6081 dan Muslim, no. 1051).
Kalau pertanyaan berikut diajukan kepada kita: “Mau jadi orang kaya atau miskin?” Tentu mayoritas, atau bahkan semua akan memilih jadi orang kaya. Pilihan ini wajar karena kekayaan identik dengan kebahagiaan, kecukupan, dan ketenangan hidup, sementara tentu tidak ada seorang pun yang ingin hidupnya sengsara.
Akan tetapi permasalahan yang sebenarnya adalah dengan apa orang menjadi kaya sehingga dia bisa hidup tenang dan berkecukupan? Apakah dengan harta benda atau pangkat dan jabatan duniawi semata?
Jawabannya pasti; tidak, karena kenyataan di lapangan membuktikan bahwa banyak orang yang memiliki harta berlimpah dan jabatan yang tinggi tapi hidupnya jauh dari kebahagiaan dan digerogoti berbagai macam penyakit kronis yang bersumber dari hati dan pikirannya yang tidak pernah tenang.
Kalau demikian, dengan apakah seorang manusia bisa meraih kekayaan, kecukupan, dan kebahagiaan hidup sejati?
Temukan jawaban pertanyaan di atas dalam hadis yang kami cantumkan dalam gambar di atas.
Hadis ini merupakan argumentasi kuat, ditambah bukti nyata di lapangan, yang menunjukkan bahwa kekayaan dan kecukupan dalam hati merupakan sebab kebahagiaan hidup manusia lahir dan batin, meskipun orang tersebut tidak memiliki harta yang berlimpah. Kekayaan yang sejati adalah iman kepada Allah Ta’ala dan rida terhadap segala ketentuan dan pemberian-Nya, ini akan melahirkan sifat qana’ah (selalu merasa cukup dengan rezeki yang diberikan Allah Ta’ala).
Apa yang dijelaskan dalam hadis ini tidaklah mengherankan, karena arti “kaya” yang sesungguhnya adalah merasa cukup dan puas dengan apa yang dimiliki, adapun orang yang tidak pernah puas dan selalu rakus mencari tambahan, meskipun hartanya berlimpah, maka sungguh inilah kemiskinan yang sejati, karena kebutuhannya tidak pernah tercukupi.
Kesimpulannya, orang yang paling kaya adalah orang yang paling qana’ah dan rida dengan segala pembagian-Nya.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk semua orang yang membaca dan merenungkannya.
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni
Artikel: Muslim.or.id