Salah satu tanda anak durhaka
Ada sebuah perkataan hikmah yang banyak tersebar di internet,
إذا بدأ والداك بمداراتك ، وانتقاء كلماتهم معك خوفًا من انزعاجك وغضبك فاعلم أنك عاق
“Jika kedua orang tuamu ber-mudarah (berlemah lembut) terhadapmu, dan melembutkan perkataan di depanmu, karena khawatir engkau jengkel dan takut akan kemarahanmu, maka ketahuilah kamu adalah anak durhaka”.
Bagaimana sebenarnya menyikapi perkataan di atas?
Simak bahasannya dalam takarir gambar.
Sebagian orang menisbatkan perkataan (dalam gambar di atas) kepada Abdullah bin Mubarak Rahimahullah (wafat 181H). Namun, kami belum menemukan sumber referensinya. Bahkan banyak yang mengingkari penisbatan perkataan ini kepada beliau.
Adapun secara makna, perkataan di atas benar. Orang yang terpaksa disikapi dengan lembut dan baik, karena khawatir atau takut akan keburukan dirinya, justru dia adalah orang yang paling buruk.
Sebagaimana hadis dari Ummul Mu’minin Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata, “Ada seorang lelaki yang ingin bertemu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam. Maka Nabi bersabda (kepada Aisyah), ‘biarkan ia masuk, tetapi sesungguhnya ia adalah seburuk-buruk anak teman kita atau seburuk-buruk teman’. Namun, ketika lelaki tersebut masuk, Nabi ternyata berkata-kata dengan perkataan yang lembut kepadanya. Maka Aisyah bertanya, ‘wahai Rasulullah, engkau tadi mengatakan yang engkau katakan, tetapi mengapa engkau melembutkan perkataan kepadanya?’. Nabi bersabda, ‘wahai Aisyah, manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah adalah yang dijauhi orang-orang atau diwaspadai oleh orang-orang karena khawatir akan keburukan sikapnya’” (HR. Bukhari no. 6131, Muslim no. 2591).
Dalam hadis ini, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berlemah lembut kepada seseorang karena khawatir akan keburukannya. Orang tersebut bukan menjadi orang yang mulia karena Nabi berlemah lembut kepadanya, justru ia menjadi orang yang paling buruk di sisi Allah.
Para salaf pun dahulu ber-mudarah (bersikap lembut) dalam rangka menghindarkan diri dari gangguan orang-orang yang buruk. Abud Darda’ Radhiallahu’anhu berkata, “Sungguh kami pernah tersenyum dan tertawa bersama suatu kaum, padahal hati kami melaknat mereka.” (Hilyatul Auliya, 1/222).
Penulis: Ustaz Yulian Purnama hafizhahullah
Artikel: Muslim.or.id