Saling mencaci, dosanya ditanggung yang memulai
Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila ada dua orang yang saling mencaci-maki, maka cacian yang diucapkan oleh keduanya itu, dosanya akan ditanggung oleh orang yang memulai, selama orang yang dizalimi itu tidak melampaui batas.” (HR. Muslim no. 2587 dan Abu Dawud no. 4894).
Kita tahu bersama bahwa menghina, mencela, atau mengolok-olok orang lain termasuk perbuatan yang terlarang. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Hujuraat ayat ke-11. Bahkan perbuatan tersebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kategorikan dalam dosa besar.
Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mencela seorang muslim adalah kefasikan (dosa besar), dan memerangi mereka adalah kekafiran.” (HR. Bukhari no. 48 dan Muslim no. 64).
Cacian itu seringkali disebabkan karena adanya pertengkaran dan perselisihan. Dalam masalah ini, hendaknya kita senantiasa mengingat bahwa saling mencaci yang terjadi di antara dua orang yang sedang berselisih, dosanya akan ditanggung oleh pihak yang memulai.
Coba simak hadis yang kami cantumkan dalam gambar di atas.
Dalam hadis tersebut, dosa saling mencaci-maki antara dua orang itu akan ditanggung oleh pihak yang memulai. Hal ini dengan syarat bahwa pihak yang dicaci itu tidak melampaui batas, yaitu tidak membalas cacian dengan kuantitas dan kualitas yang lebih jelek. Jika dia membalas dengan cacian yang lebih jelek (baik secara kuantitas atau kualitas), maka dosa melampaui batas itu dia tanggung sendiri, sedangkan sisanya ditanggung oleh pihak yang memulai. (Aunul Ma’buud Syarh Sunan Abu Dawud, 13: 237).
Semoga bahasan ini menjadikan kita lebih hati-hati dalam menjaga lisan.
Penulis: Ustadz M. Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or.id