Sesama orang taklid, tak perlu saling mencela

Sesama orang taklid, tak perlu saling mencela

Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Siapa yang sudah cenderung taklid pada satu pendapat ulama, maka tak perlu ia ingkari pendapat lainnya yang didasarkan pada taklid pula. Namun, jika salah satu dari kedua pendapat tersebut menampilkan argumen syar’i, maka hendaklah argumen tersebut diterima jika benar dalilnya. (Majmu’atul Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, terbitan Darul Wafa’ dan Dar Ibnu Hazm, cetakan keempat, tahun 1432 H).

Dari penjelasan kali ini kita akan dapat titik terang bahwa seorang yang taklid hanya sebatas pada orang yang tidak punya dalil, pun ia tak bisa bermudah-mudahan menyalahkan pendapat yang lain atau saling mencela. Orang yang juga dikatakan taklid adalah orang yang hanya mengetahui satu pendapat ulama saja dan tidak tahu pendapat yang lainnya.

Makanya, tak perlulah seseorang mengembalikan satu perkataan pada perkataan lain tanpa adanya dalil. Jangan terlalu fanatik pula pada satu pendapat dengan menihilkan pendapat yang lain tanpa ada landasan apa-apa.

Bahkan sebagai muqollid (orang yang taklid), berlaku padanya hukum taklid. Orang yang taklid tak bisa merajihkan atau menguatkan pendapat. Orang yang taklid tak bisa merendahkan pendapat yang lain. Orang yang taklid tak bisa menyatakan pendapat yang ia pilih yang paling benar. Ia pun tak bisa menyalahkan pendapat yang lain.

Sedangkan yang memiliki ilmu dan penjelasan, sikapnya adalah ia dapat menghukumi sesuatu itu benar atau menyanggah pendapat yang batil. Adapun pendapat yang tidak ada penjelasannya, ia tawaqquf (bersikap abstain).

Perlu dipahami bahwa dalam hal kecerdasan, manusia itu bertingkat-tingkat sebagaimana dalam hal kekuatan badan, berbeda-beda pula.

Permasalahan ini dan semacamnya adalah di antara rahasia ilmu fikih. Untuk mendalaminya hanyalah diraih oleh orang yang mau menimbang berbagai pendapat ulama. Sedangkan orang yang hanya mengetahui satu pendapat saja dan tidak mengetahui pendapat ulama yang lain, maka ia hanya dianggap sebagai orang awam yang sekadar taklid. Ia bukan termasuk ulama yang dapat menguatkan atau menyalahkan pendapat yang lain.

وَاَللَّهُ تَعَالَى يَهْدِينَا وَإِخْوَانَنَا لِمَا يُحِبُّهُ وَيَرْضَاهُ

Allah-lah yang menunjukkan kita dan saudara-saudara kita pada jalan yang dicintai dan diridai oleh-Nya.” (Majmu’ Al Fatawa, 35: 233),

Semoga bisa jadi renungan bersama.

Penulis: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel: Muslim.or.id

Sesama orang taklid, tak perlu saling mencela

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *