Tahdzir terhadap dai menyimpang bukan berarti merasa suci
Tahdzir atau memperingatkan umat terhadap bahaya dai yang menyimpang adalah bagian dari agama, karena ini bentuk amar makruf nahi mungkar dan upaya untuk menjaga kemurnian agama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melakukan tahdzir terhadap orang-orang menyimpang secara umum maupun secara khusus.
Dari Abu Umayyah al Jumahi radhiyallahu ’anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Di antara tanda kiamat adalah orang-orang menuntut ilmu dari al ashoghir.” (HR. Ibnul Mubarak dalam Az Zuhd [2: 316], Al Lalikai dalam Syarah Ushulus Sunnah [1: 230], dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah [695]).
Ketika ada ulama atau ustadz yang memperingatkan umat terhadap bahaya dai yang menyimpang, bukan berarti ulama atau ustadz tersebut menganggap dirinya suci.
Yahya bin Ma’in rahimahullah, seorang ulama ahlul hadis, imam dalam jarh wat ta’dil. Penilaian-penilaian Yahya bin Ma’in rahimahullah sangat diperhitungkan dalam menilai status perawi hadis. Walaupun demikian, beliau mengatakan,
إنا لنطعن على أقوام لعلهم قد حطوا رحالهم في الجنة منذ مائتي سنة
“Sesungguhnya kami mencela (menyebutkan jarh) orang-orang (yaitu para perawi hadis) yang bisa jadi akan menjejakkan kaki mereka di surga 200 tahun lebih dahulu.” (Muqaddimah Ibnu Shalah, tahqiq Dr. Aisyah Abdurrahim, hlm. 656).
Beliau tidak merasa lebih baik dari para perawi yang beliau kritik.
Maka jika ada ulama atau ustadz ahlussunnah yang memperingatkan umat agar menjauhi seorang yang menyimpang atau dai yang sesat, bukan berarti ulama atau ustadz ahlussunnah tersebut menyucikan dirinya, merasa pasti lebih baik, “mengaveling surga”, merasa lebih saleh atau semisalnya. Tidak sama sekali.
Urusan surga, bisa jadi yang dikritik atau di-tahdzir itu lebih dahulu masuk surga, lebih mulia derajatnya, lebih saleh. Karena tidak ada yang mengetahui perkara surga kecuali Allah Ta’ala, dan tidak ada yang mengetahui bagaimana akhir kehidupan setiap manusia kecuali Allah Ta’ala.
Namun tetap saja, penyimpangan dan kesesatan perlu diingkari dan diperingatkan. Untuk melindungi umat dari penyimpangan dan untuk menjaga kemurnian agama.
Dari sini juga kita paham bahwa dalam menjelaskan penyimpangan ahlul bidah dan memperingatkan umat dari dai sesat, butuh kepada niat yang ikhlas. Yaitu untuk menjaga kemurnian agama dan melindungi umat dari kesesatan.
Jangan sampai niat dikotori oleh urusan pribadi, sakit hati, menumpahkan emosi, mencari popularitas, mencari pujian, dan niat-niat yang batil yang lainnya.
Semoga Allah Ta’ala memberi taufik.
Penulis: Ustaz Yulian Purnama hafizhahullah
Artikel: Muslim.or.id