Ulang tahun, ritual orang kafir yang diikuti kaum muslimin
Dalam perayaan ulang tahun terdapat unsur menyerupai orang-orang kafir dalam hal yang menjadi ciri khas mereka, yaitu membuat-buat berbagai macam Id yang tidak pernah disyariatkan. Sedangkan syariat kita yang mulia, telah melarang untuk menyerupai (tasyabbuh) dengan orang kafir.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud no. 4031, sahih).
Syekh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Syaikh hafidzahullahu Ta’ala berkata, “Sesungguhnya perayaan tersebut (ulang tahun, tahun baru, dan semacamnya) adalah bentuk tasyabbuh dengan orang-orang kafir, yaitu dari kalangan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) dan selainnya yang gemar membuat-buat berbagai macam perayaan (Id) yang tidak disyariatkan. Dan tidak diragukan lagi, bahwa kita diperintahkan untuk meninggalkan tasyabbuh terhadap orang kafir dan memutus berbagai bentuk kaitan tasyabbuh dengan mereka.” (Al-Minzhaar, hal. 19).
Perayaan ulang tahun adalah tradisi orang-orang kafir, dan bukan bagian dari perayaan kaum muslimin, di antara bukti bahwa perbuatan membuat-buat perayaan (Id) adalah karakter khas orang Yahudi adalah sebuah hadis yang diriwayatkan dari Thariq bin Shihab, beliau berkata, “Seorang Yahudi berkata kepada ‘Umar, ‘Wahai amirul mukminin! Kalian membaca suatu ayat dalam kitab kalian, yang seandainya ayat tersebut turun kepada kami, orang-orang Yahudi, maka kami akan jadikan hari turunnya ayat tersebut sebagai Id.’”
‘Umar berkata, “Ayat apakah itu?”
Orang Yahuid tersebut mengatakan,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridai Islam sebagai agama bagimu.” (QS. Al-Maidah: 3).
Kemudian ‘Umar berkata, “Aku sungguh mengetahui hari ketika ayat tersebut diturunkan dan tempat diturunkannya ayat tersebut. Ayat tersebut turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di hari Arafah pada hari Jumat.” (HR. Bukhari no. 45 dan Muslim no. 3017).
Lihatlah bagaimana dalam hadis di atas, orang Yahudi tersebut berkeinginan untuk menjadikan suatu hari yang dianggap sebagai hari yang istimewa untuk dijadikan hari perayaan (Id). Dan inilah ciri khas mereka, yaitu menjadikan momen-momen tertentu untuk dijadikan sebagai bahan perayaan.
Hanya Allah yang memberi taufik.
Penulis: Ustadz M. Saifudin Hakim
Artikel: muslim.or.id